Tryout.id

Cegah Stunting dengan Optimalisasi Gizi Keluarga

2 Mei 2022  |  366x | Ditulis oleh : Admin2
Cegah Stunting dengan Optimalisasi Gizi Keluarga

Istilah stunting belakangan ini menjadi semakin populer, tetapi masih terbatas pada kalangan profesi tertentu. Bagi masyarakat awam, istilah stunting mungkin menjadi tidak penting. Hal ini karena kurang memahami makna dan tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan.

Definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan yaitu anak balita yang memiliki nilai z-score kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan z-score kurang dari -3SD (severely stunted). Pengertian stunting ini belum diketahui luas karena menggunakan indikator antropometri yang tidak dipahami awam.

Mari bicara stunting dengan sederhana. Stunting adalah tubuh anak yang terlalu pendek atau kerdil untuk usianya, Lantas mengapa diper-asalankan? Masyarakat awam masih menganggap hal yang biasa jika ukuran pendek dialami balita. Data di Indonesia hasil Riskesdas 2013| sebanyak 37,2% anak balita bertubuh pendek dan sangat pendek. Angka nasional hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2016, mendapatkan 27,5% balita mengalami stunting. Fakta tersebut mengkhawatirkan, ternyata masih banyak anak balita yang terlalu pendek untuk ukuran usianya.

Penyebab stunting adalah akibat asupan gizi yang kurang sejak janin dalam kandungan atau masa kehamilan, hingga berlanjut setelah bayi lahir sampai berusia 2 tahun. Pemberian makan anak tidak sesuai dengan kebutuhan gizi dan terjadi dalam waktu yang lama. Namun, kondisi stunting baru terlihat setelah usia anak mencapai 2 tahun. Periode 2 tahun ini merupakan masa emas 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), tatkala proses tumbuh kembang anak terjadi sangat cepat di seluruh organ dari sistem tubuh. Bila terjadi gangguan pada masa ini, maka sifatnya akan menetap dan tidak dapat diperbaiki.

Ternyata, stunting bukan hanya sebatas ukuran fisik anak. Anak balita pendek menggambarkan kondisi gagal tumbuh yang terjadi secara kronis. Proses terjadinya anak stunting bersamaan dengan terjadinya proses hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lain, termasuk otak anak. Oleh karena itu, anak stunting bukan hanya mengalami gagal tumbuh secara fisik, tetapi juga gagal berkembang tingkat kecerdasan untuk seusianya.

Selain itu, anak mudah mengalami infeksi dan saat dewasa berisiko lebih besar terkena penyakit tidak menular. Hal itu akan menurunkan produktivitas dan kualitas bangsa. Karena banyaknya anak balita di Indonesia yang mengalami stunting dan dampaknya yang buruk, maka pemerintah menekankan stunting itu penting untuk dicegah dengan optimalisasi gizi keluarga.

Optimalisasi gizi keluarga merupakan salah satu bentuk intervensi gizi spesifik yang dapat dilakukan. Peran keluarga dalam intervensi gizi yang tepat bagi ibu hamil akan efektif mencegah stunting pada balita. Selain itu optimalisasi gizi pada anak perlu dilakukan mulai dari inisiasi menyusui dini segera setelah bayi lahir. Pemberian ASI eksklusif kepada bayi dilakukan selama 6 bulan pertama dengan mengatasi kendala terutama pada ibu yang bekerja di luar rumah atau produksi ASI yang kurang.

Ibu perlu mempelajari cara efektif agar berhasil menyusui secara eksklusif. Keluarga melanjutkan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) sesuai tahapan umur anak, tentunya dengan jumlah dan mutu yang memadai. Lanjutkan pemberian ASI hingga anak berusia 2 tahun. Sementara itu, pemberian makanan mulai beralih ke makanan keluarga yang bergizi tinggi.

Ibu perlu memahami juga karakteristik anak di usia tersebut. Pemberian makan bukan hanya memenuhi kebutuhan gizi anak, tetapi juga proses belajar anak terhadap daya terima makanan bergizi. Jika ibu melakukannya dengan kasih sayang yang tulus, maka ini termasuk stimulus yang baik bagi pertumbuhan anak. Selain itu, orangtua melakukan pemantauan pertumbuhan anak balita setiap bulan di posyandu.

Intervensi gizi spesifik yang dilasanakan seoptimal mungkin akan sangat menunjang tercapainya kesehatan ibu hamil, bayi, dan anak balita.  Secara tidak langsung telah mencegah stunting terhadap anak.

Baca Juga: